Kamis, 26 April 2012


PRINSIP – PRINSIP AKAD
Dalam bahasa Arab istilah akad memiliki beberapa pengertian namun semuanya memiliki kesamaan makna yaitu mengikat dua hal. Dua hal tersebut bisa konkret, bisa pula abstrak semisal akad jual beli.       Sedangkan secara istilah akad adalah menghubungkan suatu kehendak suatu pihak dengan pihak lain dalam suatu bentuk yang menyebabkan adanya kewajiban untuk melakukan suatu hal. Contohnya adalah akad jual beli.
            Di samping itu, akad juga memiliki makna luas yaitu kemantapan hati seseorang untuk harus melakukan sesuatu baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain. Berdasarkan makna luas ini maka nadzar dan sumpah termasuk akad
Hal-hal penting dalam Akad Keuangan Syariah
Sistem keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dengan menggunakan prinsip penyertaan dalam rangka pemenuhan permodalan (equity financing) maupun dengan prinsip pinjaman dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan (debt financing). span class=”fullpost” Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui akad-akad bagi hasil (profit and loss sharing}, sebagai metode pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing), dan akad-akad jual-beli (al bai’) untuk memenuhi kebutuhan pembi­ayaan (debt financing). Bank Islam tidak menggunakan metode pinjam-meminjam uang dalam rangka kegiatan komersial, karena setiap pinjam-meminjam uang yang dilakukan dengan persyaratan atau janji pemberian imbalan adalah termasuk riba. Oleh karena itu mekanisme operasional perbankan Syariah dijalankan dengan menggunakan piranti-piranti keuangan yang mendasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
a. Prinsip Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing)
Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu: musyarakah (joint venture profit sharing) dan mudharabah (trustee profit sharing).
1). Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing) Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan  sebagai sebuah badan hukum.. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian ke-untungan secara proporsional dengan kontribusi Akad ini juga dapat dilaksanakan pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedangkan usahanya berjalan terus dengan modal yang tetap.
2). Mudharabah (Trustee Profit Sharing) Kontrak mudharabah juga merupakan suatu bentuk equity financ­ing, tetapi mempunyai bentuk (feature) yang berbeda dari musyarakah. Pada mudharabah, hubungan kontrak bukan antar pemberi modal, melainkan antara penyedia dana (shahibul maal) dengan entrepreneur (mudharib). Pada kontrak mudharabah, seorang mudharib (dapat berupa perorangan, rumah tangga perusahaan atau suatu unit ekonomi, ter­masuk bank)
Ada dua tipe mudharabah, yaitu
1.Mutlaqah (tidak terikat) dan
2.Muqayyadah (terikat).[12
b. Prinsip Jual-Beli
Pengertian jual-beli meliputi berbagai akad pertukaran (exchange contract) antara suatu barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang dan jasa lainnya. Dalam hukum ekonomi Islam, macam-macam jual-beli, termasuk jenis-jenis jual-beli yang dilarang oleh Islam. Berdasarkan barang yang dipertukarkan, jual beli terbagi empat macam :
1) Bai’ al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang
2) Bai’ al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter).
3) Bai’ al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya.
4) Bai’ as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya,. Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya terbagi empat macam :
1) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu.
2) Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
3) Bai’ al muwadha’ah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount).
4) Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang..
1.jenis-jenis jual-beli tersebut, yang lazim digunakan sebagai model pembiayaan syariah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bai’ al murabahah, bai’ as- salam dan bai’ al istishna’.
a. Al-Murabahah Murabahah adalah salah satu bentuk jual-beli yang bersifat amanah. Bentuk jual-beli ini berlandaskan pada sabda Rasulullah SAW dari Shuhaib ar Rumy r.a.: “Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai (murabahah), muqaradhah (nama lain dari mudharabah) dan mencampur tepung dengan gandum untuk kepentingan rumah, bukan untuk diperjual­belikan.”(HR. Ibnu Majah) Al Murabahah adalah kontrak jual-beli atas barang tertentu. Pada transaksi jual-beli tersebut penjual harus menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan dan tidak termasuk barang haram. Demikian juga, harga pembelian dan keuntungan yang diambil dan cara pembayarannya harus disebutkan dengan jelas. Dalam teknis perbankan, murabahah adalah akad jual-beli antara bank selaku penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank memperoleh keuntungan dari jual-beli yang disepakati bersama.
b. Bai’ as Salam Secara etimologi salam berarti salaf (dahulu). Bai’ as salam ada­lah akad jual-beli suatu barang di mana harganya dibayar dengan segera, sedangkan barangnya akan diserahkan kemudian dalam jang­ka waktu yang disepakatik.
c. Bai’ al-Istishna’ Bai’ al-Istishna’ adalah akad jual-beli antara pemesan/pembeli (mustashni’) dengan produsen/penjual (shani’) di mana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dulu dengan kriteria yang jelas.
c. Prinsip Qard
Qard adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharap imbalan Dalam literatur fiqih qard dikategorikan sebagai aqd tathawwu’, yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
5. Prinsip Al Wadi’ah
Wadi’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diletakkan pada yang bukan pemiliknya untuk dijaga. Barang yang dititipkan disebut ida’, yang menitipkan disebut mudi’ dan yang menerima titipan disebut wadi”ah.
Ada dua tipe wadi’ah,
 a). Wadi’ah Yad Amanah Wadi’ah yad amanah adalah akad titipan di mana penerima titipan (custodian) adalah penerima kepercayaan (trustee), artinya ia tidak diharuskan mengganti segala risiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan, kecuali bila hal itu terjadi karena akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan atau bila status titipan telah berubah menjadi wadi’ah yad dhamanah. Di bawah prinsip yad amanah ini aset titipan dari setiap pemilik harus dipisahkan, dan aset tersebut tidak boleh dipergunakan dan cus­todian tidak berhak untuk memanfaatkan aset titipan tersebut. Status penerima titipan berdasarkan wadi’ah yad amanah akan berubah menja­di wadi’ah yad dhamanah apabila terjadi salah satu dari dua hal ini: (1) harta dalam titipan telah dicampur, dan (2) custodian menggunakan harta titipan. Penerapannya dalam perbankan dapat dilihat, misalnya dalam pelayanan jasa penitipan surat-surat berharga (custodian).
 b). Wadi’ah Yad Dhamanah Wadi’ah Yad Dhamanah adalah akad titipan di mana penerima titip­an (custodian) adalah trustee yang sekaligus penjamin (guarantor) ke­amanan aset yang dititipkan. Penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan tersebut. Dengan prinsip ini, custodian menerima simpanan harta dari pemi­liknya yang memerlukan jasa penitipan, dan penyimpan mempunyai kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-waktu. Di bawah prinsip ini harta titipan tidak harus dipisahkan dan dapat di-gunakan dalam perdagangan, dan custodian berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan dalam perdagangan. Jadi, custodian memperoleh izin dari pemilik harta untuk menggunakannya dalam perniagaan selama harta tersebut berada di tangannya. Penyimpan sewaktu-waktu dapat menarik sebagian atau seluruh harta yang mereka miliki. Dengan demikian mereka memerlukan jaminan penerimaan kembali atas simpanan mereka. Semua keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan harta ter­sebut selama dalam status simpanan adalah menjadi hak custodian. Tetapi custodian diperbolehkan memberikan bonus kepada pemilik harta atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian.
c.Prinsip Lainnya
a). Prinsip Rahn Rahn menurut Syariah adalah menahan sesuatu dengan cara yang dibenarkan yang memungkinkan untuk ditarik kembali.
b). Prinsip Wakalah Wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak, di mana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama.
 Ada beberapa jenis wakalah, antara lain: Ø Wakalah al mutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan. Ø Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukan wakil untuk bertindak atas namanya dalam urusan-urusan tertentu. Ø Wakalah al ammah, perwakilan yang lebih luas dari al muqayyadah tetapi lebih sederhana daripada al mutlaqah. Dalam aplikasinya pada perbankan Syariah, Wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit (L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar negeri (L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.
c). Prinsip Kafalah Istilah kafalah menurut mazhab Hanafi adalah memasukkan tanggung jawab seseorang ke dalam tanggung jawab orang lain dalam suatu tuntutan umum, dengan kata lain menjadikan seseorang ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab orang lain yang berkaitan dengan masalah nyawa, utang atau barang.
Ada tiga jenis kafalah, yaitu:
1) Kafalah bin nafs, yaitu jaminan dari diri si penjamin (personal guaran­tee);
2) Kafalah bil maal, yaitu jaminan pembayaran utang atau pelunasan utang. Aplikasinya dalam perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (advance payment bond) atau jaminan pembayaran (pay­ment bond).
3) Kafalah muallaqah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun tertentu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan untuk jaminan pelaksanaan suatu proyek (perform­ance bonds) atau jaminan penawaran (bid bonds).
d). Prinsip Hawalah Hawalah adalah akad pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang (muhal atau da’in) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih). Menurut mazhab Hanafi ada dua jenis hawalah, yaitu:
1) Hawalah mutlaqah: Seseorang memindahkan utangnya kepada orang lain dan tidak mengaitkan dengan utang yang ada pada orang itu. Menurut ketiga mazhab lain selain Hanafi, kalau muhal ‘alaih tidak punya utang kepada muhil, maka hal ini sama dengan kafalah, dan ini harus dengan keridaan tiga pihak (da’in, madin dan muhal ‘alaih).
2) Hawalah Muqayyadah: Seseorang memindahkan utang dan mengait­kan dengan piutang yang ada padanya. Inilah hawalah yang boleh (jaiz) berdasarkan kesepakatan para ulama. Ketiga mazhab selain mazhab Hanafi hanya membolehkan hawalah muqayyadah dan mensyariatkan pada hawalah muqayyadah agar utang muhal kepada muhil dan utang muhal ‘alaih kepada muhil harus sama, baik sifat maupun jumlahnya. Kalau sudah sama jenis dan jumlahnya maka sahlah hawalah. Kalau berbeda salah satunya, maka hawalah tidak sah. Di pasar keuangan konvensional praktek hawalah dapat dilihat pada transaksi anjak piutang (factoring). Namun sebagaimana diuraikan di atas, kebanyakan ulama tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas pemindahan utang/piutang tersebut.
e). Prinsip Ju’alah Ju’alah adalah suatu kontrak di mana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/ pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama

http://asdarmunandar.blogspot.com/2012/03/prinsip-dasar-dan-perkembangan-bank_3017.html

Secara garis besar Prinsip – Prinsip aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut :

1.      Aqad mudharabah

Ikatan atau aqad Mudharabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran berupa hubungan kerjasama antara Pemilik Usaha dengan Pemilik Harta

2.   Aqad musyarakah

Ikatan atau aqad Musyarakah pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran antara para pihak yang bersama-sama menjadi Pemilik Usaha,

3.      Aqad perdagangan

Aqad Fasilitas Perdagangan adalah perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan atas suatu transaksi jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas penundaan pembayaran atau penyerahan obyek sehingga pembayaran atau penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika pada saat transaksi.

     4.   Aqad ijarah

Aqad Ijarah adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek melalui penguasaan sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik Obyek. Ijara mirip dengan leasing namun tidak sepenuhnya sama dengan leasing, karena Ijara dilandasi adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.

Prinsip Akad

1.      Akad dalam jual beli, meliputi :

a.       Salam

b.      Istisha

c.       Murabahah

d.      Ba”I Al-wafa

e.       Ba’I BBhidamanil Ajil

f.       Ba’I Inah

g.      Ba’I Tawarruq

h.      Ba’I al-Dayn

2.      Akad Kemitaraan, meliputi :

a.       Mudharabah

b.      Musyarakah

c.       Muzara’ah

d.      Musaqah

e.       Mugharasah

3.      Akad sewa, meliputi

a.       Ijarah

b.      Ijarah Muntahiya Bit-Tamlik

4.      Akad Jasa meliputi :

a.       Hawallah

b.      Wadiah

c.       Rahn

d.      Wakalah

e.       Kafalah

f.       Ju’alah

g.      Syuf’ah

h.      Sharf

5.      Akad social meliputi :

a.       Ariyah ( pinjam meminjam )

b.      Qard

c.       Hibah

d.      Sedekah

e.       Hadiah

f.       Zakat

g.      Wakaf

Dr.Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah kencana (Jakarta:2011)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar